Farah Queen. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

budaya berlalulintas

Budaya Berlalu Lintas yang Brutal
Oleh : Fenimatus Solihah

Belakangan ini, media elektronik maupun media cetak dipenuhi dengan berita mengenai kecelakaan lalu lintas yang banyak merenggut korban jiwa.  Berita terkini mengabarkan tentang kecelakaan yang terjadi antara mini bus yang menabrak para pejalan kaki. Bus yang mengalami rem blong kemudian oleng dan menabrak kendaraan lain hingga masuk jurang. Itulah sebagian kecil penyebab terjadi kecelakaan lalu lintas. Jalan raya yang berfungsi sebagai tempat untuk memperlancar interaksi sosial antar manusia, seakan berubah menjadi tempat memutus hubungan manusia dengan kehidupannya. Selain sebagai fasilitas umum, jalan raya juga menjadi tempat untuk memperlihatkan bagaimana budaya berperilaku manusia. Budaya sesungguhnya merupakan proses belajar dan hasil pembelajaran. Kesantunan dalam berlalu lintas merupakan potret kepribadian diri sekaligus mencerminkan kepribadian bangsa. Namun, menengok apa yang terjadi di jalan raya sekarang jauh dari budaya berlalu lintas yang baik. Masyarakat yang memiliki budaya berlalu lintas yang baik akan berperilaku sopan di jalan raya dan tahu bagaimana menghargai orang lain. Berkendara ugal-ugalan di jalan merupakan cerminan dari orang-orang yang tidak memahami budaya berlalu lintas. Baik buruknya budaya masyarakat berlalu lintas mencerminkan baik buruknya budaya bangsa itu.
Banyak masyarakat Indonesia yang  berpikir bahwa “peraturan diciptakan untuk dilanggar”. Pola pikir tersebut, membuat masyarakat tidak patuh terhadap peraturan lalu lintas. Para pengendara sering berperilaku brutal dan seakan menganggap aturan lalu lintas tidak ada. Padahal jelas-jelas lalu lintas ada aturannya. Pemerintah sudah berupaya memberikan fasilitas yang baik, jalan raya dibuat  dengan kualitas aspal yang halus dan diperlebar dengan tujuan untuk memperlancar lalu lintas, tetapi disalahgunakan untuk ugal-ugalan di jalan raya. Budaya berlalu lintas di jalan raya adalah hal penting yang perlu diperbaiki. Perbaikan budaya berlalu lintas ini harus sistematis dan berkelanjutan. Kepolisian harus lebih tegas dalam menindak para pelanggar lalu lintas. Bagaimanapun kecilnya pelanggaran di jalan raya harus mendapat tindakan.
 Sarana transportasi yang digunakan masyarakat Indonesia semakin meningkat. Terlebih lagi masyarakat Indonesia bersifat konsumtif terhadap barang-barang mewah. Mobil mewah banyak berkeliaran di jalan raya, ratusan sepeda motor juga membludak dan banyak kendaraan yang sudah tidak layak pakai yang masih digunakan. Fenomena bus sebagai angkutan umum lebih ironis. Banyak bus yang tidak lulus tes uji kelayakan tetapi masih beroperasi. Cara berkendara para sopir bus yang ugal-ugalan tanpa memperhatikan norma-norma lalu lintas juga semakin menambah tinggi tingkat kecelakaan di jalan raya.
Pemerintah dapat memberlakukan beberapa peraturan untuk menangani masalah tersebut, seperti yang telah diberlakukan di beberapa kota besar, contohnya Jakarta yang kini mulai memberlakukan peraturan “3 in 1” yaitu setiap mobil pribadi harus berisi lebih dari tiga penumpang. Apabila jumlah penumpang kurang dari tiga maka akan ditilang. Kebijakan tersebut bertujuan untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Kita juga dapat meniru dari negara Singapura yang terkenal dengan ketertiban lalu lintasnya. Di Singapura biaya untuk parkir lebih mahal dibandingkan harga mobil. Cara tersebut efektif untuk menekan penggunaan kendaraan pribadi. Razia terhadap kendaraan yang sudah tidak layak beroperasi harus dilakukan secara rutin dan jujur. Fenomena yang terjadi sekarang ini, semakin banyak para pengguna jalan raya tetapi, upaya-upaya penegakan aturan dan tata tertib justru semakin berkurang. Para penegak peraturan seharusnya lebih tegas dan jujur dalam melaksanakan tugasnya.
Menurut data dari Kapolri, pada tahun 2007 terdapat 20.000 orang korban kecelakaan lalu lintas. Angka itu naik menjadi 20.188 orang pada tahun 2008. Tahun 2009, lebih tinggi lagi angkanya, mendekati 21.000 orang. Lima persen dari jumlah korban kecelakaan lalu lintas adalah pelajar dan mahasiswa. Para siswa sekolah menengah pertama saat ini, banyak yang sudah membawa kendaraan bermotor, padahal jelas mereka belum diizinkan untuk berkendara. Tingginya pengguna kendaraan bermotor yang belum mendapatkan SIM menambah tingginya tingkat kecelakaan. Para pelajar berkendara secara bebas tanpa berpatokan kepada tata tertib lalu lintas.
Oleh karena itu, pendidikan berlalu lintas perlu diberikan kepada anak-anak sejak usia dini. Meskipun anak-anak belum mengerti tentang jalan raya, tetapi mereka telah paham rasa sakitnya jatuh di jalan, sehingga dapat tertanam disiplin berlalu lintas serta nilai tenggang rasa. Kalau sejak kecil sudah tertanam sikap menghargai orang lain, maka akan tertanam sifat menjaga keselamatan diri sendiri dan juga orang lain. Pendidikan disiplin berlalu lintas sebaiknya di masukkan kedalam kurikulum pendidikan di sekolah-sekolah, sehingga materi akan lebih tersampaikan. Guru juga dapat menyisipkan etika berlalu lintas dalam setiap mata pelajaran yang diajarkan agar siswa lebih paham tentang tata tertib berlalu lintas.
Kepolisian juga harus tegas, tidak hanya diam melihat para siswa yang belum seharusnya berkendara bebas ugal-ugalan di jalan raya. Kenyataan sekarang, polisi hanya diam ketika melihat banyak siswa menengah pertama berkendara tanpa menggunakan helm. Para siswa menganggap itu hanya hal sepele, tetapi memakai helm merupakan salah satu poin yang penting dalam tata tertib berlalu lintas. Prosedur pembuatan SIM juga harus ditingkatkan. Tindak tegas oknum pembuat SIM kilat, baik para calo maupun polisi yang terlibat. Prosedur pembuatan SIM yang baik seharusnya memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Apabila seseorang yang telah benar-benar lulus ujian pembuatan SIM dan paham mengenai tata tertib lalu lintas, maka  orang itu telah memenuhi kriteria dan  berhak mendapatkan SIM.
Akhirnya, budaya berlalu lintas rendah banyak meracuni masyarakat Indonesia harus mendapat perhatian dari berbagai pihak. Para pelaku lalu lintas yang menjadi dasar permasalahan ini harus lebih mengambil pelajaran dari banyaknya peristiwa kecelakaan yang sudah terjadi. Pengendara merupakan faktor terpenting dalam berlalu lintas, karena tanpa ada orang yang mengendarai kendaraan tidak dapat beroperasi.  Budaya dalam berlalu lintas yang brutal harus segera dihentikan. Para penegak tata tertib juga harus lebih tegas dalam menjalankan tugasnya. Kejujuran juga harus dijadikan prinsip dasar dalam menegakkan ketertiban. Semoga budaya berlalu lintas yang tertib terhadap aturan akan segera terwujud di Indonesia.


 Daftar Pustaka :
 Bali Post. 2012. Budaya Berlalu Lintas Rendah. Diakses dari http://www.balipost.co.id, pada tanggal 27 Februari 2012.
 Budi Sulistiyono. 2011. Pengenalan Disiplin Lalu Lintas. Diakses dari http://www.suaramerdeka.com , pada tanggal  27 Februari 2012.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar