Farah Queen. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS


Lembar Kerja Siswa: Haruskah LKS?
Belakang ini, media informasi baik cetak maupun elektronik gempar memberitakan mengenai LKS untuk siswa kelas dua SD di Jakarta yang berisikan bacaan yang tidak layak atau dapat dibilang senonoh untuk siswa kelas dua SD. Bacaan yang ada dalam LKS itu menceritakan tentang kisah “Bang Maman dari Kali Pasir”, dalam cerita ditemukan kata-kata seperti “dihamili, diceraikan, bercerai, berselingkuh, dan istri simpanan” kata yang tidak layak ada dalam bacaan untuk anak kelas dua SD. Terkuaknya fakta yang demikian akankah merubah guru untuk tidak lagi menggunakan LKS atau hanya sebuah masalah yang seiring berjalannya waktu akan terlupakan begitu saja.
Pemandangan pertama yang biasa ditemui ketika kembali ke kelas setelah liburan semester telah usai adalah guru yang menenteng sebuah benda yang bertuliskan  “Lembar Kerja Siswa”. Selanjutnya, guru mewajibkan siswanya untuk membeli dan membagikan LKS yang menjadi acuannya itu. Lembar Kerja Siswa adalah salah satu instrumen yang digunakan guru dalam proses belajar-mengajar selain buku pelajaran. Akan tetapi, haruskah LKS yang digunakan untuk menguji siswa dalam memahami materi pelajaran yang telah disampaikan. Apakah LKS sudah dapat dikatakan layak menjadi salah satu media  pembelajaran bagi siswa?
Faktanya, sekarang banyak LKS yang tidak sesuai dengan materi yang seharusnya diajarkan para guru dalam proses pembelajaran. Fakta yang terkuat dalam LKS untuk kelas dua SD di Jakarta, bukan satu-satunya masalah yang berkaitan dengan LKS. Sungguh ironis jika siswa kelas dua SD harus teracuni dengan pelajaran yang dapat merusak moral mereka. Terlebih lagi, siswa kelas dua SD yang masih sangat muda dan masih begitu lugu untuk menanggapi apapun yang mereka pelajari. Menyangkut masalah ini, siapa yang harus disalahkan sebenarnya, apakah guru atau penerbit dari LKS yang bersangkutan. Jika dilihat dari satu pihak, sebagian besar orang pasti beranggapan semua itu adalah kesalahan dari penerbit yang bersangkutan, kenapa kesalahan yang amat fatal menurut sebagian orang dapat sampai terlewatkan dari proses editing. Namun, jika dilihat dari sisi yang lain, tidak hanya penerbit yang salah, tetapi pihak sekolah atau khususnya guru juga tidak dapat terlepas dari kesalahan.
Masalah lain yang sering dialami siswa yang berhubungan dengan LKS adalah LKS yang dianjurkan oleh guru untuk mereka beli tidak digunakan dalam pembelajaran dengan alasan LKS itu tidak sesuai dengan materi yang akan diajarkan. LKS yang telah dibeli siswapun tidak terpakai, padahal mereka telah mengeluarkan sejumlah uang. Mungkin untuk sebagian anak dari keluarga yang mampu tidak begitu masalah, tetapi untuk anak dari keluarga pas-pasan, hal itu menjadi masalah yang cukup memberatkan karena uangnya dapat digunakan untuk membeli keperluan sekolah yang lain. Mengapa guru masih saja menggunakan LKS, padahal banyak kelemahan dari LKS yang mereka gunakan. Miringnya harga sebuah LKS dengan buku pelajaran mungkin juga menjadi salahsatu alasan guru memilih menggunakan LKS. Sebenarnya apakah alasan guru masih menggunakan LKS, malaskah guru dalam membauat LKS atau alasan lain?
Guru seharusnya lebih teliti dalam memilih LKS yang akan digunakan dalam pembelajaran. Bahkan sebenarnya pembelian LKS di sebuah penerbit itu dilarang, seharusnya guru membuat LKS sendiri yang akan digunakan dalam pembelajaran. LKS yang dibuat sendiri oleh guru akan lebih baik karena guru lebih mengerti apa yang harus dimasukan dalam LKS tersebut. Pembuatan LKS juga harus sesuai dengan panduan yang telah ditentukan agar LKS yang dibuat hasilnya sesuai dengan kurikulum, menarik, dan memuaskan. Materi dan soal-soal yang akan termuat dalam LKS yang berkualitas, akan lebih meningkatkan kemampuan siswa. Masalah yang terjadi di Jakarta dan masalah-masalah lain yang berkaitan dengan LKS tidak mungkin terjadi jika guru meneliti terlebih dahulu LKS yang akan digunakan, terlebih lagi guru yang membuatnya sendiri. Namun, jika guru tidak ingin merugikan pihak penerbit, guru dapat bekerjasama dengan penerbit dalam pembuatan LKS yang akan digunakan, agar materi dalam LKS sesuai dengan yang akan diajarkan dan kesalahan materi juga dapat diminimalkan. Memilih penerbit yang berkompeten dalam pembuatan LKS merupakan solusi yang dapat diambil, seperti MGMP yang lebih ahli dalam menyusun LKS. MGMP merupakan kependekan dari Musyawarah Guru Mata Pelajaran, jelas yang terjun didalamnya para guru yang ahli dalam bidangnya masing-masing,  sehingga pembuatan LKS akan lebih terarah dan sesuai dengan ketentuan.
Akhirnya, jika ingin menggunakan LKS dari sebuah penerbit dalam proses pembelajaran di sekolah,  harus ada kerjasama antara guru dan penerbit. Guru juga merupakan aspek penting dalam penggunaan LKS di sekolah, karena guru yang lebih paham tentang materi yang seharusnya ada didalam LKS yang akan digunakan siswa. Meneliti terlebih dahulu isi LKS dari suatu penerbit sebelum dibagikan dan digunakan siswa juga merupakan aspek penting, karena dengan cara ini masalah tentang isi yang tidak layak untuk siswa tidak akan terulang kembali. Guru juga dapat menggunakan media pembelajaran selain LKS, yaitu dengan memanfaatkan media cetak yang lain seperti modul, buku teks, dll dapat juga memanfaatkan media elektronik seperti internet, contohnya memanfaatkan program pemerintah yang disebut BSE (Buku Sekolah Elektronik).

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar